Minggu, 14 Juni 2015

Etika Dalam bermasyarakat



Apa sebenarnya yang dimaksud dengan etika dan apa pentingnya dalam kehidupan bermasyarakat? Mungkin itu merupakan pertanyaan yang muncul dari kebanyakan orang ketika diharuskan menjadi seseorang yang beretika. Bagi kalangan profesional, etika adalah hal yang biasa menjadi acuan mereka dalam bertingkahlaku dalam profesi. Namun apakah etika hanya dapat diketahui dan diterapkan oleh kalangan profesional saja? Bahan acuan yang saya gunakan, sangat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, karena di dalam teks tersebut banyak menyinggung fungsi etika serta contoh-contoh etika yang dapat diterapkan dalam masyarakat yang sifatnya plural dan tentu dikaitkan dengan budaya moral yang berlaku dalam masyarakat. Dengan bahan acuan yang telah saya dapatkan dari berbagai sumber dan berbagai judul tersebut, saya akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait etika dalam konsep yang lebih umum, yaitu etika bermasyarakat.
          Etika secara umum dapat dirumuskan sebagai suatu batasan yang menilai tentang baik salah atau benar dan baik atau buruk suatu tindakan. Etika adalah “pagar”  yang mengatur pergaulan manusia dalam suatu masyarakat. Tanpa etika, kita akan dicap sebagai orang yang tidak tahu bertatakrama. Oleh karena itu, etika sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat. Etika bermayarakat memiliki tiga hal yang harus terus diamalkan: (1) saling tolong-menolong; (2) saling mengingatkan; (3) bersikap toleran. Hal tersebut adalah dasar penerapan etika dalam bergaul di masyarakat. Selain itu, etika juga mempunyai kepentingan sendiri untuk menciptakan pergaulan yang harmonis di tengah masyrakat plural.
Salah satu jenis etika yaitu etika dalam bermasyarakat. Etika dalam bermasyarakat itu sendiri bisa diartikan dengan aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia yang digunakan sebagai pedoman dalam berprilaku di bermasyarakat.
Contoh Etika dalam bermasyarakat:
  • Etika Pergaulan
  • Etika Berpakaian
  •  Etika dalam Berkendara
  • Etika dalam Berkumpul
  • Etika dalam Berbagi Informasi
  • Etika dalam Bertetangga

Penerapan Hukum Pidana menyangkut Etika dalam Bermasyarakat:
1. Membuang sampah sembarangan
Tengoklah UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-Undang ini tegas mengatur sanksi administratif dan sanksi pidana. Orang yang memasukkan sampah ke dalam wilayah Indonesia bisa terancam pidana penjara 3-9 tahun dan denda maksimal 3 miliar rupiah. Bahkan jika sampah yang diimpor sangat spesifik terancam hukuman 4-12 tahun dan denda hingga 5 miliar rupiah.

2. Membuat kegaduhan pada malam hari dilingkungan penduduk,
seperti menyalakan musik degan suara keras, menyalakan petasan, dsb. hukum yang berlaku :Pasal 503 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) berbunyi:“Dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga hari atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 225 barangsiapa membuat riuh atau ingar, sehingga pada malam hari waktunya orang tidur dapat terganggu.” 
Penerapan Hukum Perdata menyangkut Etika dalam Bermasyarakat:
1. Pencemaran nama baik
Sesuai dengan ketentuan KUHP bahwa penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik adalah termasuk delik aduan, maka tindak pidana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juga memerlukan panduan. Sifat paduan tersebut tetap melekat. Hal ini ditegaskan dalam Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008. Ketentuan ini memberi ruang bagi pihak yang dirugikan (Korban) untuk menyelesaikan perdamaian diluar pengadilan atau menempuh melalui proses perdata. Setelah tindak pidana tersebut diproses dan mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap (in kracth), korban dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUHP perdata dengan dasar putusan pidana tersebut.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur – unsur  sebagai berikut:
  • Adanya suatu perbuatan;
  •  Perbuatan tersebut melawan hukum;
  • Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
  • Adanya kerugian bagi korban;
  • Adanya hubungan kausal antara perbuatan – perbuatan dengan kerugian;

http://eviiafifah.blogspot.com/2015/06/etika-dalam-bermasyarakat.html?view=mosaic

Selasa, 09 Juni 2015

Undang-undang No.36 Tahun 1999 Tentang TELEKOMUNIKASI


Bagian Kesembilan Telekomunikasi Khusus
Pasal 29
Ayat 1:
“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya.“
Penjelasan : Ayat 1
Larangan bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi ruang lingkup penyelenggaraan telekomunikasi khusus yang memang hanya untuk keperluan sendiri.
Cth Kasus : 
Perusahaan A menyediakan jaringan telekomunikasi yang ditujukan untuk ruang lingkup dan kepentingan perusahaan itu sendiri. Oleh karena ruang linkup yang hanya diperuntukukan kepentingan internal perusahaan A maka jaringan tersebut dilarang untuk disambungkan ke penyedia jaringan telekomunikasi lain selain dari jaringan perusahaan lainnya.
           
Ayat 2:
“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c, dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran.”
 Penjelasan : Ayat 2
Larangan bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya yang digunakan selain untuk keperluan penyiaran 




Sumber : http://budhivensius.blogspot.com/2013/10/penjelasan-dari-isi-uud-1945-pasal-29.html
http://www.mastel.or.id/files/regulasi/UU_No._36_Tahun_1999_tentang_Penjelasan_UU_Telekomunikasi.pdf
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt52709a1885c2f/parent/345